Sidik Ashori dan Firman Fajri

Disampaikan pada Kajian Mingguan LiSEnSi

Kamis, 26 Oktober 2017

            Ada baiknya sebelum kita membahas semua hal terkait peluang dan tantangan ekonomi kreatif di Indonesia, mari kita samakan persepsi terlebih dahulu tentang apa itu ekonomi kreatif. Dalam cetak biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015, (1) Kreatifitas adalah kapasitas atau daya upaya untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang unik dan baru serta menciptakan solusi dari suatu masalah atau melakukan sesuatu yang berbeda; (2) Ekonomi Kreatif adalah penciptaan nilai tambah yang berbasis kreativitas; (3) Usaha Ekonomi Kreatif adalah entitas usaha baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang mentransformasikan dan memanfaatkan kreatifitas untuk menghasilkan barang dan jasa serta yang diakui memiliki hak kekayaan intelektual baik terdaftar maupun melekat; (4) Ekonomi Kreatif didefinisikan sebagai “Era baru ekonomi setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi, yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.”. Di dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015, produk-produk ekonomi kreatif diklasifikasikan kedalam 16 subsektor yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kemudian dirinci kedalam 206 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 digit. Rincian keenam belas subsektor ekonomi kreatif berturut-turut sesuai dengan urutan KBLI adalah sebagai berikut: (1) Aplikasi dan Game Developer; (2) Arsitektur; (3) Desain Interior; (4) Desain Komunikasi Visual; (5) Desain Produk; (6) Fesyen; (7) Film, Animasi & Video; (8) Fotografi; (9) Kriya; (10) Kuliner; (11) Musik; (12) Penerbitan; (13) Periklanan; (14) Seni Pertunjukan; (15) Seni Rupa; dan (16) Televisi dan Radio, kesemua subsektor tersebut dijelaskan dalam renstra bekraf 2015-2019.

            Ekonomi Kreatif (Ekraf) merupakan salah satu sektor yang diharapkan mampu menjadi kekuatan baru ekonomi nasional di masa mendatang, seiring dengan kondisi sumber daya alam yang semakin terdegradasi setiap tahunnya. Beberapa faktor kelemahan pengembangan ekonomi kreatif antara lain: Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, regulasi, permodalan, pemasaran, penegakan hukum, distribusi. Dari segi SDM, pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia terkendala oleh terbatasnya kuantitas dan kualitas pelaku kreatif baik menurut keahlian bidang maupun kemampuan untuk menjalankan dan mengelola usaha. Dari sisi regulasi kerapkali menjadi hal yang memberatkan pelaku kreatif, seperti ketentuan mengenai perpajakan, perizinan usaha yang rumit, penugasan pengembangan subsektor ekonomi kreatif yang di jalankan oleh lebih dari satu K/L sehingga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Dari sisi penegakan hukum pembajakan karya dalam industri musik, aplikasi dan game developer, penerbitan, film, dan animasi merupakan salah satu permasalahan utama terkait HKI di Indonesia. Penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten menyebabkan pembajakan terus berkembang.

            Sedangkan pengembangan ekonomi kreatif Indonesia memiliki kekuatan  yang bersumber pada kekayaan Kearifan Lokal Indonesia. Sumber daya budaya merupakan kekayaan peradaban Indonesia yang berasal dari interaksi sosial masyarakat, yang menjadi bagian dari kepribadian dan identitas suatu masyarakat, yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam proses kreasi dan produksi karya kreatif. Setidaknya tercatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 199 tarian dari 724 bahasa daerah dari 1.340 suku bangsa. Selain itu, data sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan potensi bonus demografi, yakni 60% dari 237 juta penduduk Indonesia berada dalam usia produktif (15-55 tahun) dan 27% adalah generasi muda (16-30 tahun). Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia sangat strategis dari berbagai aspek baik sumberdaya manusia, keragaman budaya, dan pasar domestik yang besar. Dari sisi karakteristik demografis sangat potensial untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Jumlah penduduk dengan angkatan kerja yang tinggi dapat diarahkan untuk memperkuat industri kreatif lokal. Ketersediaan sumber daya kreatif (orang kreatif) yang bersumber dari jumlah penduduk yang tinggi akan menjadi modal sosial yang besar bagi pengembangan ekonomi kreatif.

            Melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Pemerintah Indonesia berusaha menaruh perhatian lebih terhadap sektor ini, dengan tujuan untuk memaksimalkan potensi dan peluang sekaligus mengatasi kendala dan ancaman Ekonomi Kreatif di Indonesia. Badan Ekonomi Kreatif secara resmi telah terbentuk pada tanggal 20 Januari 2015 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif yang diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif. Bekraf memiliki visi, ekonomi kreatif menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia yang tercermin dalam pertumbuhan PDB Ekraf. Untuk mewujudkan visi ini, Bekraf memiliki misi membangun ekosistem ekonomi kreatif yang mampu mendorong pertumbuhan jumlah usaha ekonomi kreatif, meningkatkan nilai tambah per perusahaan, serta mendorong produk kreatif Indonesia berjaya di pasar global. Pada masa sebelumnya, tepatnya tahun 2006 merupakan awal mula berkembangnya bekraf. Yakni dibentuknya Indonesian Design Power oleh Departemen Perdagangan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Lalu pada tahun 2009 dikeluarkanlah Inpres No.6 tentang Kelembagaan Adhoc di Kemendag yang dikembangkan menjadi Dirjen Ekraf Seni Budaya (EKSB) dan Dirjen Ekraf Berbasis Media, Design, dan Iptek (EKMDI) di Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

            Pada materi yang disampaikan oleh pemateri selain pengertian ekraf, peluang dan tantangan ekraf, dan perkembangan bekraf di atas, juga ada subbab terkait hasil survey dari Buku Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif yang mencakup data dan informasi mengenai PDB, Ekspor, dan Tenaga Kerja di tahun 2015 serta Profil Usaha dan Pengusaha Ekonomi Kreatif 2016; pandangan syariat Islam (fiqih) terkait ekraf; serta kontribusi yang dapat dilakukan mahasiswa dalam mengembangkan ekraf yang juga dipaparkan oleh pemateri kedua, yakni saudara Firman Fajri (Perbankan Syariah semester 7 UIN Jakarta).

Sumber :

Surfey khusus ekonomi kreatif (pdf) diakses pada 06.55 Selasa, 15-11-2017

Rencana Strategis Badan Ekonomi Kreatif 2015-2019 (pdf) diakses pada 06.55 Selasa, 15-11-2017

Bekraf.go.id

Abbas Anwar. 2009. Dasar-dasar sistem ekonomi Islam. Jakarta:Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid Jakarta

Nur Rianto Al-arif M. 2011. Dasar-dasar ekonomi Islam. Jakarta: PT Era Adicitra Intemedia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *